MAKALAH
PANCASILA PADA ERA REFORMASI DAN
SEBAGAI PARADIGMA
KEHIDUPAN MASYARAKAT DAN BERBANGSA
DI SUSUN OLEH : KELOMPOK 8
Ø HALIMATUS
SAKDIYAH
Ø EVI
SURYANI
Ø MARWAH
Ø ABD.WAHID
Ø HARDIYANTO
AFANDI
STKIP PGRI BANGKALAN
TAHUN AJARAN 2016/2017
DAFTAR
ISI
Daftar
isi
……….……………………………………………..........
i
Kata
Pengantar…… .…………………………………………..........
ii
BAB
I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang……………………………………........................... 1
Rumusan
Masalah…………………………………………….......... 1
Tujuan………………………………………………………………. 1
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian
Pancasila……………………………………………… 2
Pengertian
paradigma…………………………………………….. 3
Pengertian
reformasi……………………………………………… 3
Pancasila sebagai paradigma
reformasi…………………………… 4
Pancasila sebagai paradigma reformasi
dalam berbagai bidang....... 5
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan…………………………………………………........... 11
Kritik dan saran…………………………………………………… 11
Daftar
pustaka……………………………………………………... 13
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan rasa syukur penulis
persembahkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ PANCASILA DALAM
ERA REFORMASI DAN SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN MASYARAKAT DAN BERBANGSA “.
Dalam
penyusunan makalah ini, penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan
kekurangan dalam penyusunannya, baik dalam penyajian data, bahasa maupun
sistematika pembahasannya. penulis juga mengharapkan masukan atau kritikan
maupun saran yang bersifat membangun demi kesempurnaannya dimasa yang akan
datang.
Demikianlah
yang dapat penulis sampaikan pada kesempatan ini mudah-mudahan dengan adanya
makalah ini sedikit banyaknya dapat membawa manfaat kepada kita semua, dan juga
dapat menjadi referensi. Amin.
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Pancasila sebagai dasar negara merupakan mempunyai peranan
penting bagi bangsa Indonesia. Pancasila sebagai paradigma juga berada pada
posisi pembangunan nasional yang meliputi segenap bidang kehidupan, seperti politik,
ekonomi,
sosial budaya, dan pertahanan keamanan, juga di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
serta hukum dan hak asasi manusia. Maka dari itu kita harus mengenal Pancasila
sebagai paradigma bangsa Indonesia.
1.2.RUMUSAN
MASALAH
a. Adanya kekurangan pemahaman tentang
pengertian pancasila dan paradigma.
b. Adanya kekurangan pemahaman tentang
Gerakan Reformasi.
c. Adanya penyimpangan-penyimpangan
dimasyarakat terhadap dasar nilai-nilai yang dicita- citakan oleh bangsa Indonesia.
d. Adanya hal-hal yang mempelopori
Gerakan Reformasi.
1.3.TUJUAN
a. Memahami pengertian Pancasila.
b. Memahami pengertian paradigma.
c. Memahami pengertian Reformasi.
d. Memahami Pancasila sebagai paradigma
reformasi.
e. Memahami syarat-syarat Gerakan
Reformasi.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Pancasila
Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara
Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari bahasa Sansekerta yaitu pañca
berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan
rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat
Indonesia. Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4
Preambule (Pembukaan) Undang-undang
Dasar 1945.
Apabila dicermati,
sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai puncak-puncak
kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan - kebudayaan di
daerah:
1.
Sila Pertama, menunjukan tidak satu
pun sukubangsa ataupun golongan sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang
tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. Sila Kedua, merupakan nilai budaya
yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara Indonesia tanpa membedakan
asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya;
3.
Sila Ketiga, mencerminkan nilai
budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat di kepulauan nusantara untuk
mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang berdaulat;
4.
Sila Keempat, merupakan nilai budaya
yang luas persebarannya di kalangan masyarakat Indonesia untuk melakukan
kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan
nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan;
5.
Sila Kelima, betapa nilai-nilai
keadilan sosial itu menjadi landasan yang membangkitkan semangat perjuangan
bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
2
2.2. Pengertian Paradigma
Pengertian paradigma yakni
asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi yang bersifat umum (sumber nilai),
sehingga sebagai sumber hukum, metode yang dalam penerapan ilmu pengetahuan
akan menentukan sifat, ciri dari ilmu tersebut. Ilmu pengetahuan sifatnya
dinamis, karena banyaknya hasil-hasil penelitian manusia, sehingga kemungkinan
dapat ditemukan kelemahan dan kesalahan pada teori yang telah ada.Jika demikian
ilmuwan/peneliti akan kemabali pada asumsi-asumsi dasar dan teoritis, sehingga
ilmu pengetahuan harus mengkaji kembali pada dasar ontologis dari ilmu itu sendiri.
Istilah ilmiah berkembang dalam
berbagai bidang kehidupan manusia, diantaranya: politik, hukum, ekonomi,
budaya.
2.3.
Pengertian Reformasi
Kata reformasi
secara etimologis berasal dari kata reformation
dari akar kata reform, mempunyai
pengertian suatu gerakan yang memformat ulang, menata ulang, menata kembali
hal-hal yang telah menyimpang, untuk dikembalikan pada format atau bentuk
semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan oleh rakyat.
Suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat :
1. Suatu gerakan reformasi dilakukan
karena adanya suatu penyimpangan-penyimpangan.
2. Suatu gerakan reformasi dilakukan
dengan berdasar pada suatu kerangka struktural tertentu, dalam hal ini
pancasila sebagai ideologi bangsa dan Negara Indonesia.
3. Gerakan reformasi akan mengembalikan
pada dasar serta sistem Negara demokrasi, bahwa kedaulatan berada ditangan
rakyat, sebagaimana yang terkandung pada pasal 1 ayat 2.
4. Reformasi dilkukan kearah suatu
perubahan kearah kondisi serta keadaan yang lebih baik, perubahan yang
dilakukan dalam reformasi harus mengarah pada suatu kondisi kehidupan rakyat
yang lebih baik dalam segala aspek.
5. Reformasi dilakukan dengan suatu
dasar moral dan etik sebagai manusia yang berkebutuhan Yang Maha Esa, serta
terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.
3
2.4. Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi
Pancasila sebagai paradigma reformasi adalah dimana apabila
terjadi suatu perubahan kedepannya maka asumsi-asumsi dasar atau nilai-nilai
yang mendukung perubahan tersebut haruslah selalu berlandaskan pada pancasila.
Bangsa Indonesia ingin mengadakan suatu perubahan, yaitu
menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara demi terwujudnya masyarakat
madani yang bermartabat kemanusiaan yang menghargai hak-hak asasi manusia,
masyarakat yang demokratis yang bermoral religius serta masyarakat yang
bermoral kemanusiaan dan beradab.
Berbagai gerakan muncul disertai dengan akibat tragedi
kemanusiaan yang sangat memilukan dan menelan banyak korban jiwa dari anak-anak
bangsa sebagai rakyat kecil yang tidak berdosa dan mendambakan perdamaian
ketenteraman serta kesejahteraan.
Namun demikian di balik berbagai macam keterpurukan bangsa
Indonesia tersebut masih tersisa satu keyakinan akan nilai yang memilikinya
yaitu nilai-nilai yang terakar dari pandangan hidup bangsa Indonesia sendiri
yaitu nilai-nilai Pancasila. Reformasi adalah menata kehidupan bangsa dan
negara dalam system Negara di bawah nilai-nilai Pancasila, bukan menghancurkan
dan membubarkan bangsa dan negara Indonesia.
Oleh karena itu reformasi itu harus memiliki tujuan, dasar,
cita-cita yang jelas dan bagi bangsa Indonesia Nilai-nilai Pancasila itulah
yang merupakan paradigma Reformasi Total tesebut.
4
2.5. Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Dalam
Berbagai Bidang
1.
Pancasila
Sebagai Paradigma Reformasi Hukum
Dalam era reformasi akhir-akhir ini, seruan dan tuntutan
rakyat terhadap pembaharuan hukum sudah merupakan suatu keharusan karena proses
reformasi yang melakukan penataan kembali tidak mungkin dilakukan tanpa
melakukan perubahan-perubahan terhadap peraturan perundang-undangan. Agenda
yang lebih konkrit yang diperjuangkan oleh para reformis yang paling mendesak
adalah reformasi bidang hukum.
Hal ini
berdasarkan pada suatu kenyataan bahwa setelah peristiwa 21 Mei 1998 saat
runtuhnya kekuasaan Orde Baru, salah satu sub system yang mengalami kerusakan
parah selama Orde Baru adalah bidang hukum. Produk hukum baik materi maupun
penegakkannya dirasakan semakin menjauh dari nilai-nilai kemanusiaan,
kerakyatan, serta keadilan. Sub-sistem hukum nampaknya tidak mampu menjadi
pelindung bagi kepentingan masyarakat dan yang berlaku hanya bersifat
imperative (memaksa) bagi penyelenggara pemerintahan.
2.
Pancasila
Sebagai Paradigma Reformasi Politik
Reformasi
politik pada dasarnya berkenaan dengan masalah kekuasaan yang memang diperlukan
oleh negara maupun untuk menunaikan dua tugas pokok yaitu memberikan
kesejahteraan dan menjamin keamanan bagi seluruh warganya. Reformasi politik
terkait dengan reformasi dalam bidang-bidang kehidupan lainnya, seperti bidang hukum
Misalnya, dalam bidang hukum, segala kegiatan politik harus sesuai dengan
kaidah hukum, oleh karena itu hukum harus dibangun secara sistematik dan
terencana sehingga tidak ada kekosongan hukum dalam bidang apapun. Jangan
sampai ada UU tetapi tidak ada PP pelaksanaanya yang sering kita alami selama
ini.
5
3.
Pancasila
Sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi
Sistem
ekonomi Indonesia pada masa Orba bersifat birokratik otoritarian. Kebijaksanaan
ekonomi yang selama ini diterapkan hanya mendasarkan pada pertumbuhan dan
mengabaikan prinsip kesejahteraan bersama yang kenyataannya hanya menyentuh
kesejahteraan sekelompok kecil orang. Maka dari itu perlu dilakukan langkah yang
strategis dalam upaya melakukan reformasi ekonomi yang berbasis pada ekonomi
rakyat yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
2.6. Gerakan Reformasi
Banyak hal yang mendorong timbulnya reformasi pada masa
pemerintahan Orde Baru, terutama terletak pada ketidakadilan di bidang politik,
ekonomi dan hukum. Tekad Orde Baru pada awal kemunculannya pada tahun 1966
adalah akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen
dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Setelah Orde Baru memegang tumpuk kekuasaan dalam
mengendalikan pemerintahan, muncul suatu keinginan untuk terus menerus
mempertahankan kekuasaannya atau status quo. Hal ini menimbulkan akses-akses
nagatif, yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde Baru tersebut. Akhirnya
penyelewengan dan penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila dan
ketentuan-ketentuan yang terdapat pada UUD 1945, banyak dilakukan oleh
pemerintah Orde Baru.
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan
menimbulkan permasalahan politik. Ada kesan kedaulatan rakyat berada di tangan
sekelompok tertentu, bahkan lebih banyak di pegang oleh para penguasa. Dalam
UUD 1945 Pasal 2 telah disebutkan bahwa “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan
dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR”.
Gerakan reformasi menuntut
untuk dilakukan reformasi total di segala bidang, termasuk keanggotaan DPR dam
MPR yang dipandang sarat dengan nuansa KKN.
6
Gerakan reformasi juga menuntut agar dilakukan pembaharuan
terhadap lima paket undang-undang politik yang dianggap menjadi sumber
ketidakadilan, di antaranya :
>> UU No. 1
Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum
>>
UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang DPR / MPR
>> UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan
Golongan Karya.
>> UU No. 5 Tahun 1985 tentang Referendum
>> UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Massa.
Perkembangan ekonomi dan pembangunan nasional dianggap telah
menimbulkan ketimpangan ekonomi yang lebih besar. Monopoli sumber ekonomi oleh
kelompok tertentu, konglomerasi, tidak mempu menghapuskan kemiskinan pada
sebagian besar masyarakat Indonesia. Kondisi dan situasi Politik di tanah air
semakin memanas setelah terjadinya peristiwa kelabu pada tanggal 27 Juli 1996.
Peristiwa ini muncul sebagai akibat terjadinya pertikaian di dalam internal
Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Krisis politik sebagai faktor penyebab terjadinya gerakan
reformasi itu, bukan hanya menyangkut masalah sekitar konflik PDI saja, tetapi
masyarakat menuntut adanya reformasi baik didalam kehidupan masyarakat, maupun pemerintahan
Indonesia. Di dalam kehidupan politik, masyarakat beranggapan bahwa tekanan
pemerintah pada pihak oposisi sangat besar, terutama terlihat pada perlakuan
keras terhadap setiap orang atau kelompok yang menentang atau memberikan kritik
terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil atau dilakukan oleh pemerintah.
Selain itu, masyarakat juga menuntut agar di tetapkan tentang pembatasan masa
jabatan Presiden.
Terjadinya ketegangan politik menjelang pemilihan umum tahun
1997 telah memicu munculnya kerusuhan baru yaitu konflik antar agama dan etnik
yang berbeda. Menjelang akhir kampanye pemilihan umum tahun 1997, meletus
kerusuhan di Banjarmasin yang banyak memakan korban jiwa.
7
Pemilihan umum tahun 1997 ditandai dengan kemenangan Golkar
secara mutlak. Golkar yang meraih kemenangan mutlak memberi dukungan terhadap
pencalonan kembali Soeharto sebagai Presiden dalam Sidang Umum MPR tahun 1998 –
2003. Sedangkan di kalangan masyarakat yang dimotori oleh para mahasiswa
berkembang arus yang sangat kuat untuk menolak kembali pencalonan Soeharto
sebagai Presiden.
Dalam Sidang Umum MPR bulan Maret 1998 Soeharto terpilih
sebagai Presiden Republik Indonesia dan BJ. Habibie sebagai Wakil Presiden.
Timbul tekanan pada kepemimpinan Presiden Soeharto yang dating dari para
mahasiswa dan kalangan intelektual.
Pelaksanaan hukum pada masa pemerintahan Orde Baru terdapat
banyak ketidakadilan. Sejak munculnya gerakan reformasi yang dimotori oleh
kalangan mahasiswa, masalah hukum juga menjadi salah satu tuntutannya.
Masyarakat menghendaki adanya reformasi di bidang hukum agar dapat mendudukkan
masalah-masalah hukum pada kedudukan atau posisi yang sebenarnya.
Krisis moneter yang melanda Negara-negara di Asia Tenggara
sejak bulan Juli 1996, juga mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia.
Ekonomi Indonesia ternyata belum mampu untuk menghadapi krisi global tersebut.
Krisi ekonomi Indonesia berawal dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap
dollar Amerika Serikat.
Ketika nilai tukar rupiah semakin melemah, maka pertumbuhan
ekonomi Indonesia menjadi 0% dan berakibat pada iklim bisnis yang semakin
bertambah lesu. Kondisi moneter Indonesia mengalami keterpurukan yaitu dengan
dilikuidasainya sejumlah bank pada akhir tahun 1997. Sementara itu untuk
membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (KLBI). Ternyata udaha yang dilakukan pemerintah ini tidak
dapat memberikan hasil, karena pinjaman bank-bank bermasalah tersebut semakin
bertambah besar dan tidak dapat di kembalikan begitu saja.
8
Krisis moneter tidak hanya menimbulkan kesulitan keuangan
Negara, tetapi juga telah menghancurkan keuangan nasional. Memasuki tahun
anggaran 1998 / 1999, krisis moneter telah mempengaruhi aktivitas ekonomi yang
lainnya. Kondisi perekonomian semakin memburuk, karena pada akhir tahun 1997
persedian sembilan bahan pokok sembako di pasaran mulai menipis. Hal ini
menyebabkan harga-harga barang naik tidak terkendali. Kelaparan dan kekurangan
makanan mulai melanda masyarakat. Untuk mengatasi kesulitan moneter, pemerintah
meminta bantuan IMF. Namun, kucuran dana dari IMF yang sangat di harapkan oleh
pemerintah belum terelisasi, walaupun pada 15 januari 1998 Indonesia telah
menandatangani 50 butir kesepakatan (letter of intent atau Lol) dengan IMF.
Faktor lain yang menyebabkan krisis ekonomi yang melanda
Indonesia tidak terlepas dari masalah utang luar negeri. Utang Luar Negeri
Indonesia menjadi salah satu faktor penyebab munculnya krisis ekonomi. Namun,
utang luar negeri Indonesia tidak sepenuhnya merupakan utang Negara, tetapi
sebagian lagi merupakan utang swasta. Utang yang menjadi tanggungan Negara
hingga 6 februari 1998 mencapai 63,462 miliar dollar Amerika Serikat, utang
pihak swasta mencapai 73,962 miliar dollar Amerika Serikat.
Akibat dari utang-utang tersebut maka kepercayaan luar
negeri terhadap Indonesia semakin menipis. Keadaan seperti ini juga dipengaruhi
oleh keadaan perbankan di Indonesia yang di anggap tidak sehat karena adanya
kolusi dan korupsi serta tingginya kredit macet.
Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945 Pemerintah Orde Baru
mempunyai tujuan menjadikan Negara Republik Indonesia sebagai Negara industri,
namun tidak mempertimbangkan kondisi riil di masyarakat. Masyarakat Indonesia
merupakan sebuah masyarakat agrasis dan tingkat pendidikan yang masih rendah.
Sementara itu, pengaturan perekonomian pada masa
pemerintahan Orde Baru sudah jauh menyimpang dari sistem perekonomian
Pancasila. Dalam Pasal 33 UUD 1945 tercantum bahwa dasar demokrasi ekonomi,
produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau
pemilikan anggota-anggota masyarakat.
9
Sebaliknya, sistem ekonomi yang berkembang pada masa
pemerintahan Orde Baru adalah sistem ekonomi kapitalis yang dikuasai oleh para
konglomerat dengan berbagai bentuk monopoli, oligopoly, dan diwarnai dengan
korupsi dan kolusi.
Pola Pemerintahan Sentralistis Sistem pemerintahan yang
dilaksanakan oleh pemerintah Orde Baru bersifat sentralistis. Di dalam
pelaksanaan pola pemerintahan sentralistis ini semua bidang kehidupan berbangsa
dan bernegara diatur secara sentral dari pusat pemerintah yakni di Jakarta.
Pelaksanaan politik sentralisasi yang sangat menyolok
terlihat pada bidang ekonomi. Ini terlihat dari sebagian besar kekayaan dari
daerah-daerah diangkut ke pusat. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan pemerintah
dan rakyat di daerah terhadap pemerintah pusat. Politik sentralisasi ini juga
dapat dilihat dari pola pemberitaan pers yang bersifat Jakarta-sentris, karena
pemberitaan yang berasala dari Jakarta selalu menjadi berita utama. Namun
peristiwa yang terjadi di daerah yang kurang kaitannya dengan kepentingan pusat
biasanya kalah bersaing dengan berita-barita yang terjadi di Jakarta dalam
merebut ruang, halaman, walaupun yang memberitakan itu pers daerah.
Demontrasi di lakukan oleh para mahasiswa bertambah gencar
setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada
tanggal 4 Mei 1998. Puncak aksi para mahasiswa terjadi tanggal 12 Mei 1998 di
Universitas Trisakti Jakarta. Aksi mahasiswa yang semula damai itu berubah
menjadi aksi kekerasan setelah tertembaknya empat orang mahasiswa Trisakti
yaitu Elang Mulia Lesmana, Heri Hartanto, Hendriawan Lesmana, dan Hafidhin
Royan.
Tragedi Trisakti itu telah mendorong munculnya solidaritas
dari kalangan kampus dan masyarakat yang menantang kebijakan pemerintahan yang
dipandang tidak demokratis dan tidak merakyat.
10
Soeharto kembali ke Indonesia, namun tuntutan dari
masyarakat agar Presiden Soeharto mengundurkan diri semakin banyak disampaikan.
Rencana kunjungan mahasiswa ke Gedung DPR / MPR untuk melakukan dialog dengan
para pimpinan DPR / MPR akhirnya berubah menjadi mimbar bebas dan mereka
memilih untuk tetap tinggal di gedung wakil rakyat tersebut sebelum tuntutan
reformasi total di penuhinya. Tekanan-tekanan para mahasiswa lewat demontrasinya
agar presiden Soeharto mengundurkan diri akhirnya mendapat tanggapan dari
Harmoko sebagai pimpinan DPR / MPR. Maka pada tanggal 18 Mei 1998 pimpinan
DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden Soeharto mengundurkan diri.
Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh
agama, tokoh-tokoh masyarakat di Jakarta. Kemudian Presiden mengumumkan tentang
pembentukan Dewan Reformasi, melakukan perubahan kabinet, segera melakukan
Pemilihan Umum dan tidak bersedia dicalonkan kembali sebagai Presiden.
Dalam perkembangannya, upaya pembentukan Dewan Reformasi dan
perubahan kabinet tidak dapat dilakukan. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998
Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri/berhenti sebagai Presiden
Republik Indonesia dan menyerahkan Jabatan Presiden kepada Wakil Presiden
Republik Indonesia, B.J. Habibie dan langsung diambil sumpahnya oleh Mahkamah
Agung sebagai Presiden Republik Indonesia yang baru di Istana Negara.
11
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kesimpulannya adalah pancasila berperan penting bagi
kehidupan barbangsa dan bernegara, dimana harus didasari oleh kehidupan tatanan
Negara seperti politik, ekonomi, budaya, hukum dan antar umat beragama.
3.2. Kritik/Saran
Kita sebagai mahasiswa pencetus terjadinya reformasi, mari
kita tunjukan pada dunia bahwa kita mampu dalam merealisasikan semua cita-cita
dan tujuan dasar dari reformasi. Akan tetapi disamping itu, perlu kita sadari
juga bahwasanya kita merupakan mahasiswa
sebagai tonggak dari penjunjung tinggi hak asasi manusia masihlah belum maksimal kinerjanya untuk hal yang disebutkan
diatas. Maka, dari detik ini, kita sebagai generasi bangsa haruslah benar-benar
menanamkan nilai-nilai pancasila dalam setiap prilaku kita. Dimanapun, dan pada
siapapun.
12
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan.
2004. Pendidikan Pancasila. Jogyakarta: Paradigma, Edisi Reformasi.
Komalasari,
Kokom.2007. Pendidikan Pancasila. Jakarta: Lentera Cendekia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar